Rabu, 02 Juli 2014

Genjot Ekspor dan Impor, Eximbank Terima Utang USD 45 Juta



Merdeka.com - Indonesia Eximbank mendapatkan pinjaman USD 45 juta dari Islamic Development Bank (IDB). Utang ini akan digunakan perusahaan untuk mendukung industri ekspor dan impor barang dan jasa, secara khusus yang berhubungan dengan mesin, peralatan dan bahan baku dari negara-negara anggota IDB.

Demikian hal ini disampaikan dalam keterangan tertulis Indonesia Eximbank, Jumat (27/6).

Jangka waktu pinjaman tersebut ialah tiga tahun. Perjanjian tersebut menunjukkan bahwa IDB yakin dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan khususnya dengan peran dan performa dari Indonesia Eximbank.

IDB sendiri adalah sebuah institusi keuangan internasional yang berfokus pada pengembangan pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial dari negara-negara anggota dan masyarakat muslim sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Renegosiasi Gas Tangguh Sukses, Pemerintah Terima Rp 12 T/Tahun



Merdeka.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyebut telah menyelesaikan renegosiasi harga jual gas Tangguh di Papua ke Fujian, Jepang. Hasil renegosiasi ini membuat Indonesia akan dapat revenue lebih karena harga gas kesepakatan baru telah naik.

Jero Wacik mengatakan, kontrak blok Tangguh Papua Barat untuk melakukan ekspor ke Fujian dan AS telah terjalin sejak 2002 hingga 2034. Harga jual gas Tangguh ke Fujian hanya USD 2,7 per MMBTU. Padahal, harga gas pasaran sampai ada USD 14 per MMBTU. Pada 20 Juni 2014 akhirnya disepakati mengenai harga jual baru dengan harga USD 8 per MMBTU.

"Kalau harga ini seperti ini, yang lama kita dapat income USD 5,2 miliar, kalau dengan yang baru akan mendapat income USD 20,9 miliar, atau setara dengan Rp 251 triliun sampai dengan 2034, atau setiap tahunnya 12,5 triliun," ucap Jero dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (1/6).

Jero menjelaskan, dengan kesepakatan renegosiasi baru itu, pada 2015 rumusan penetapan harga jual gas Tangguh yaitu 0,090 JCC (Japan Crude Cocktail) + 1,3, jika harga JCC USD 100 per barel, maka harga jual gas Tangguh menjadi USD 10 per MMBTU.

"2016, 0,105 JCC +1.5 kalau harga JCC USD 100 per barel, maka harga 11,35/MMBTU," tambahnya.

Pada 2017, sambung Jero, rumusan penjualan ada pada 0,110 JCC + 2,3 dengan harga JCC USD 100 maka harga jual menjadi USD 13 per MMBTU. "Setelah 2017 itu tentu ada renegosiasi kembali, 2018 ada renegosiasi lagi, kalau kita berasumsi sampai 2034 rata -rata harga kita akan jatuh pada 12,8 per MMBTU," tutupnya.

Rupiah Berpotensi Menguat



Merdeka.com - Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan di bawah level support Rp 11.975. Laju rupiah dapat kembali berpotensi bertahan naik jika sentimen yang ada dapat mempertahankan posisi rupiah.
"Laju rupiah di atas level resisten Rp 12085. Rp 11982-Rp 11947 (kurs tengah BI)," ujar Analis Trust Securities, Reza Priyambada dalam riset hariannya, Jakarta, Selasa (1/7).
Menurutnya penguatan pada Yen dan Won berimbas pada menguatnya beberapa mata uang emerging market dan Rupiah menjadi salah satu mata uang yang menguat. Yen menguat seiring masih adanya kekhawatiran akan kemungkinan kembali meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah sehingga meningkatkan permintaan akan mata uang save heaven.
"Rilis berita mengenai inflasi dan neraca perdagangan tersebut di atas cukup memberikan sentimen positif dan pelaku pasar memanfaatkan rendahnya rupiah sebelumnya untuk kembali melakukan transaksinya," jelas dia.
Belum lagi ancaman TDL yang mulai diberlakukan 1 Juli tampaknya sementara dihiraukan.
Senin (30/6) nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta menguat senilai 137 poin menjadi Rp 11.858 per USD dibandingkan sebelumnya di posisi Rp11.995 per USD.

Gubernur BI Prediksi Ekonomi 2015 Tumbuh di Bawah 6 Persen



Merdeka.com - Pemerintah sudah menyampaikan asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Bank Indonesia punya pandangan sendiri soal prediksi perekonomian nasional tahun depan.
Gubernur BI Agus Martowardojo melihat, kondisi ekonomi nasional bakal semakin membaik meskipun tidak tumbuh tinggi. Pertumbuhan ekonomi akan membaik seiring pulihnya ekonomi dunia.
"Pertumbuhan ekonomi global 3,9 persen. Lebih tinggi dari tahun 2014 yang hanya 3,4 persen. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut memberikan dampak positif sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,4-5,8 persen," ujar Agus saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di komplek senayan, Jakarta, Rabu (2/7).
Sementara itu untuk nilai tukar Rupiah, diprediksi akan berada di level Rp 11.900-12.100 per USD. Angka ini berkaca pada prospek neraca perdagangan Indonesia sejalan dengan potensi sentimen global.
"Secara keseluruhan, nilai tukar Rupiah Rp11,900-Rp12.100 per USD,"katanya.
Untuk inflasi, BI yakin bakal terkendali berkat kerja sama pemerintah dan BI. Nilai tukar rupiah stabil, sehingga inflasi 2015 diyakini akan berada di kisaran 4 plus minus 1 persen.

Ekonom Ramai-Ramai Kritik Jurang Kaya-Miskin Selama SBY Berkuasa



Merdeka.com - Pengamat ekonomi melihat ada harga yang harus dibayar selama 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Utamanya soal kemiskinan dan kesejahteraan sosial. Khususnya dalam hal ketimpangan pendapatan masyarakat.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri dalam diskusi dihelat Indonesia Research & Strategic Analysis (IRSA), di Jakarta, Rabu (2/7), menyitir Indeks Piketty. Di situ dijelaskan perbandingan perbedaan pendapatan 20 orang terkaya dengan warga kebanyakan antar negara.
"Dari data 2008-2012 ini, ketimpangan kita bahkan lebih buruk dari India. Jadi makin kaya Anda, makin gencar kemajuannya. Makin miskin, semakin lambat perkembangan Anda," ujarnya.
Diukur dari koefisien gini pemilikan tanah, kondisi 2004-2014 juga semakin buruk. Faisal mengarakan indeksnya mencapai 0,7, menempatkan keadilan distribusi pengolahan lahan produktif di Tanah Air hanya sekelas negara miskin seperti Bangladesh atau Chad.
Guru Besar Ekonomi Emeritus UI Emil Salim memaparkan data serupa. Selama 12 tahun terakhir, 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional disumbangkan Jawa, Sumatera, dan Bali saja. Demikian pula pembangunan yang terlalu bertumpu pada perkotaan.
Kalau kondisi ini diteruskan pemerintahan baru, maka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan pecah. Terutama karena muncul resistensi dan ketidakpuasan dari desa-desa di Indonesia timur akan membesar.
Sudah terbukti ongkos logistik Surabaya-Merauke lebih mahal dibandingkan mengekspor komoditas ke luar negeri.
"Tidak boleh dipertahankan memburuknya ketimpangan ini, jangan hanya bangun kota, jangan merugikan negara kesatuan. Republik ini 65 persen di desa, jadi soal timur-barat ini harus diatasi. Padahal kita bicara NKRI selau Sabang sampai Merauke," kata Emil.
Di sisi lain, anggota Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ari A. Perdana menjelaskan bahaya ketimpangan yang membesar. Dalam rezim pemerintahan 10 tahun terakhir, koefisien gini tembus 0,41. Padahal di era Orde Baru, kesenjangan orang kaya dan miskin tak pernah melewati angka 0,39.
"Situasi ini bisa dirasakan. Gampangnya gini deh, kalau kelas menengah jalan ke suatu tempat dan tidak merasa aman, di situ tandanya ketimpangan pendapatan menciptakan dampak buruk," kata Ari.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mengumumkan jumlah penduduk miskin antara periode Maret 2013 dan Maret 2014 melonjak 110.000 jiwa.
Garis kemiskinan nasional pun dinyatakan naik 11,45 persen dibanding September 2013, menjadi Rp 302.732 per kapita per bulan. Adapun jumlah penduduk miskin hingga Maret lalu sebesar 28,2 juta orang, alias 11,25 persen dari total populasi.
Faisal mengatakan, ada penurunan penduduk miskin selama era SBY, tapi dengan alokasi APBN sedemikian besar efeknya tak lebih baik dibanding Orde Baru.
"Penduduk miskin 11,25 persen itu sudah pernah dicapai pada 1996. Jadi enggak banyak yang berubah," tandasnya.