Senin, 02 Desember 2013

Indonesia Alami Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi




Chairul mengatakan hal tersebut pada acara Prospek Ekonomi Indonesia 2014 KEN, Selasa (3/12) di Golden Ballroom, Hotel Sultan, Jakarta. Acara tersebut dihadiri anggota KEN dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, selaku wakil pemerintah.

Menurut Chairul, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa triwulan terakhir. Pada triwulan ketiga 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,6 persen. “Apa yang terjadi pada 2013 lebih buruk daripada skenario terburuk yang kami buat dalam outlook ekonomi 2013 lalu,” katanya.

Salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada tahun depan, adalah perbaikan perekonomian global, terutama Amerika Serikat. Meski demikian KEN optimistis prospek ekonomi Indonesia 2014 masih cukup baik.

Saat ini, Amerika tengah melakukan perbaikan tingkat pengangguran di Amerika. Ini akan menyebabkan penurun tingkat pengangguran di Amerika Serikat di bawah 7 persen. Akibatnya, Amerika akan menarik stimulus ekonominya atau tappering off untuk mencegah inflansi berlebihan. Kebijakan inilah yang akan membuat negara berkembang seperti Indonesia akan mengalami arus modal keluar.

Penarikan stimulus ini akan memberi dampak pada Indonesia yaitu melemahnya nilai tukar rupiah yang pada akhirnya BI akan meningkatkan suku bunga. Karena itu, pemerintah harus mengantisipasi dengan mengetatkan ekonomi, dengan menaikkan suku bunga untuk stabilisasi keuangan. Baik pemerintah maupun BI harus lebih waspada. (lan)

Rupiah Bisa Terpuruk Hingga Level Rp 13 Ribu, Pulih Setelah Pemilu 2014
 
TRIBUNNEWS.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan hingga mencapai level Rp 12 ribu per dollar AS. Kurs rupiah terhadap dollar AS diperkirakan bisa terpuruk hingga level Rp 13 ribu, dan akan stabil kembali setelah pemilu 2014 mendatang.

Pengusaha Pontianak di bidang alat pertanian, Setiawan Lim, mengatakan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS membawa dampak ketidakpastian dalam biaya produksi sehingga memacu kenaikan harga barang. Apalagi kebanyakan produk dalam negeri mengandung komponen impor, satu di antaranya makanan berbahan dasar kedelai.

Selain itu, barang elektronik juga akan mengalami kenaikan harga naik yang dapat mengakibatkan daya saing menjadi lemah. Meski begitu, terdapat sektor yang diuntungkan tentunya eksportir, karena selisih kursnya yang tinggi di antaranya sektor pertambangan, perkebunan yang mempunyai industri lanjutannya.

“Namun kita masih yakin rupiah bisa kembali ke level Rp 11 ribuan di tahun 2014 sehabis pemilu. Sejauh ini melemahnya rupiah mencerminkan kerapuhan dari fundamental ekonomi kita yang sudah besar sekali yaitu 7 miliar dolar, cadangan devisa pemerintah yang tergerus sepanjang 2013 untuk intervensi, namun rupiah tetap terjun bebas seperti ini,” ujar Setiawan kepada Tribun, Minggu (1/12/2013).

Ia menyarankan, pemerintah harus mempercepat investasi dengan menyederhanakan perizinan dan mengefektifkan layanan satu pintu, serta mempercepat dan merampungkan Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) yang lebih ramah terhadap investor. Sekain itu mempercepat program investasi berbasis agro, CPO, kakao, rotan, mineral logam, bauksit dan tembaga dengan memberi insentif berupa tax holiday dan tax allowance.

Terpisah Pengusaha IT, Arief Kamatresna, menuturkan, sebagian rekan bisnisnya yang menggunakan dolar menjadi kerepotan, kurs rupiah terhadap dolar yang pada awal tahun masih berkisaran Rp 9.800 sekarang menjadi Rp 12 ribu per dollar AS. Akibatnya menyebabkan berkurangnya laba bahkan kerugian.

Kendati menguntungkan pengusaha yang bergerak di bidang ekspor pada sektor pertambangan dan perkebunan, dolar diharapkan bisa turun minimal di level Rp 10 ribu per dollar AS serta ditunjang iklim yang kondusif.

“Kami berharap pemerintah dapat mengontrol dolar dan bisa intervensi pasar lagi supaya tidak naik terus. Walaupun sepertinya akan naik, apalagi 2014 kita akan ada pesta demokrasi, suasana politik pasti panas dan tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi kurs rupiah. Kita tetap berharap pemerintah bisa menekan laju pergerakan dolar yang diperkirakan bisa berkisar di level Rp 12 ribu sampai Rp 13.500 per dollar AS. Tapi semua juga tergantung paket kebijakan pemerintah,” kata Arief yang juga menjabat Ketum Hipmi Kalbar.

Sementara Pengusaha Emas, Edy Tansuri, menyatakan semua sektor usaha kena dampak dari anjloknya rupiah terhadap dollar AS. Kecuali distributor yang menyimpan banyak stok barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di akhir tahun, akan merasakan keuntungan yang tidak diprediksikan sebelumnya.

Edy mengatakan, pemerintah harus ikut campur dalam pergejolakan nilai rupiah yang makin melemah karena bisa mempengaruhi arus ekonomi. Pemerintah seharusnya banyak turun ke lapangan dan membaca situasi pergerakkan nilai tukar rupiah dengan menjalin kerjasama dengan distributor atau pengimpor barang.

“Selama ini pemerintah tahunya cuma tarik pajak, tidak memahami kondisi pengusaha dalam mengelora bisnisnya. Pemerintah harusnya mendengar keluhan serta problem pengusaha agar bisa menjalin satu kerjasama yang baik sehingga segala persoalan dapat cepat di atasi,” tuturnya.

Persoalan anjloknya nilai tukar rupiah merupakan permasalahan bersama baik pemerintah maupun pengusaha. Tapi ketika pengusaha mengurus surat izin usaha saja dipersulit, bagaimana pengusaha bisa turut membantu pemerintah dalam mengatasi segala problem baik krisis ekonomi maupun krisis lainnya, seperti semakin terpuruknya rupiah. Karena itu diharapkan pemerintah dapat memberi kemudahan  dan kelancaran kepada pengusaha yang berdampak peningkatan pendapatan daerah.

Sumber: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2052825/indonesia-alami-perlambatan-pertumbuhan-ekonomi

http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/12/01/rupiah-bisa-terpuruk-hingga-level-rp-13-ribu-pulih-setelah-pemilu-2014

 

 

Perkembangan Ekonomi Terkini


Melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa, mulai berimbas ke Indonesia, dengan turunnya ekspor. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 masih bisa mencapai 6,23% (YoY) dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia setelah China yang tumbuh sebesar 7,8% (YoY), namun lebih rendah dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar 6,5%. Pertumbuhan ini juga lebih rendah dibandingkan tahun 2011 yang mampu mencapai 6,5%. Adapun nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012 mencapai IDR 2.618,1 trilyun, naik sebesar IDR 153,4 trilyun dibandingkan tahun 2011 yang mencapai IDR 2.464,7 trilyun.                                       
Berdasarkan penggunaannya, laju pertumbuhan sektor tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 9,81% (YoY). Meski mengalami laju pertumbuhan tertinggi, secara kuartalan pertumbuhan sektor PMTB mengalami penurunan cukup signifikan. Pada kuartal IV 2012 secara year on year, sektor PMTB tumbuh sebesar 7,29% menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang mampu mencapai pertumbuhan sebesar 9,80%. Bahkan pada kuartal II 2012 PMTB tumbuh sebesar 12,47% (YoY). PMTB memilikimultiplier effectyang luas karena tidak hanya mendorong sisi produksi, namun juga menstimulasi sisi konsumsi. PMTB akan mendorong pembukaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, yang nantinya akan menstimulasi konsumsi masyarakat.
Selain PMTB, pertumbuhan ekonomi di tahun 2012 juga ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga, tercatat tumbuh sebesar 5,28% (YoY). Sedangkan, sektor Konsumsi Pemerintah yang diharapkan menberikan sumbangan optimal pada pertumbuhan ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 1,25% (YoY).
Sementara itu, tekanan pelemahan ekonomi global berimbas pada melambatnya ekspor nasional karena berkurangnya permintaan dari negara tujuan ekspor. Di tahun 2012 ekspor Indonesia tercatat tumbuh sebesar 2,01% (YoY). Sementara itu, impor tumbuh jauh lebih tinggi yaitu sebesar 6,65% (YoY). Secara kuartalan, di kuartal IV 2012, impor Indonesia meningkat pesat, tumbuh sebesar 6,79% (YoY) padahal pada kuartal sebelumnya mengalami pertumbuhan minus 0,17% (YoY). Peningkatan impor ini diakibatkan oleh meningkatnya impor non migas dan migas. Selain itu, kenaikan impor juga dipengaruhi oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Di tahun 2012, impor bahan baku tercatat sebesar IDR 140.127,6 juta, atau tumbuh 7,02% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar IDR 130.934,3 juta. Sementara itu, impor barang modal di tahun 2012 mencapai IDR 38.154,8 juta, tumbuh sebesar 15,24% dibandingkan tahun 2011 yang tercatat sebesar IDR 33.108,4 juta. Laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan komponen ekspor menyebabkan Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan.
Dalam kondisi perekonomian global yang tidak menentu, nampaknya Indonesia masih akan mengandalkan konsumsi dalam negeri dan investasi untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya di tahun 2013 ini karena kontribusi ekspor belum bisa diharapkan akibat permintaan global yang sedang menurun.

Dari sisi lapangan usaha, 9 sektor lapangan usaha mencatat pertumbuhan positif pada tahun 2012. Di tahun 2012, sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 9,98% diikuti sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang tumbuh sebesar 8,11%, serta sektor Konstruksi sebesar 7,50%. Adapun pertumbuhan terendah dialami oleh sektor Pertambangan dan Penggalian, tumbuh sebesar 1,49% di tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas pertambangan.
Sementara itu, di kuartal IV 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh seluruh sektor. Namun, pertumbuhan paling kecil dialami oleh sektor Pertambangan dan Penggalian, tercatat sebesar 0,48%. Di kuartal IV 2012, terdapat 6 sektor yang memiliki pertumbuhan melebihi angka pertumbuhan PDB yang tumbuh sebesar 6,11% seperti sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh 9,63%, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 7,80%, sektor Konstruksi dan Pengolahan masing-masing tumbuh sebesar 7,79%, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tumbuh 7,66%, serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh sebesar 7,25%.


Meski laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, kondisi ketenagakerjaan Indonesia pada Agustus 2012 menunjukkan keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi ketenagakerjaan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pengangguran yang semakin menurun. Tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Agustus 2012 menurun dibandingkan dengan tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Februari 2012. Pada bulan Agustus 2012 tingkat pengangguran Indonesia sebesar 7,24 juta atau 6,14%, sedangkan pada bulan Februari 2012 sebesar 7,61 juta atau 6,32%. Tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Agustus 2012 juga lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada bulan yang sama tahun sebelumnya tercatat mencapai 6,56%. Turunnya tingkat pengangguran Indonesia, nampaknya juga didukung oleh persentase jumlah angkatan kerja Indonesia yang menurun pada bulan Agustus 2012. Pada bulan Agustus 2012 persentase angkatan kerja Indonesia adalah 67,88% menurun dari Februari 2012 yaitu 69,66%.
Sumber: http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/ekonomi-makro/103-perkembangan-ekonomi-terkini-2013-i