Infrastruktur menjadi salah satu hambatan utama terhambatnya
investasi bisnis.
Pemerintahan baru Indonesia yang akan dibentuk tahun ini
akan menghadapi sejumlah tantangan ekonomi. Apa saja hambatannya dan bagaimana
proyeksi bisnis ke depan?
Kepala Koresponden Bisnis BBC, Linda Yueh, mencari
jawabannya dengan berkunjung ke Jakarta akhir Juni lalu. Dia bertemu dengan
sejumlah pemangku kepentingan dan merasakan sendiri hambatan yang dirasakan
warga Indonesia.
Berikut petikan wawancara Kepala BBC Indonesia, Karishma
Vaswani, dengan Linda seputar infrastruktur, pemilu, dan masa depan Indonesia.
Dari perjalanan Anda ke Indonesia, menurut Anda, apa yang
menjadi permasalahan ekonomi paling besar yang dihadapi Indonesia saat ini?
Ini merupakan perjalanan yang luar biasa. Dan salah satu
yang paling utama, saya rasakan, adalah tantangan infrastruktur yang sangat
masif. Di luar Jakarta terlihat sekali kurangnya investasi jalan dan
transportasi publik. Hal ini jelas menambah beban bisnis, menambah pengeluaran,
dan kehilangan waktu produktif.
Duduk di kemacetan dan melihat bahwa jaringan 3G saya tidak mendapat
sinyal membuat saya sadar ini adalah salah satu dari masalah utama yang
dihadapi negara ini.
Sebab untuk beralih dari ekonomi sumber daya alam dan
agraria ke masyarakat yang lebih kelas menengah, Anda akan membutuhkan layanan
manufaktur yang sangat bergantung pada infrastruktur agar bisnis bisa
berkelanjutan sehingga pada akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Ketika Anda berbicara dengan sejumlah
pejabat pemerintah, apakah Anda pikir pemerintah menganggap masalah ini penting
untuk memaksimalkan potensi Indonesia?
Saya berbicara dengan Menteri Keuangan Chatib Basri dan dia
membicarakan masalah infrastuktur dari banyak sisi. Satu adalah pembiayaan, dua
alokasi anggaran, dan ketiga adalah pembebasan lahan.
"Orang Indonesia punya sifat yang luar biasa santai
menghadapi masalah infrastruktur dan mereka mengatakan: 'Anda akan terbiasa'.
Kami terkejut karena tidak ada orang yang teriak-teriak di jalan ketika kami
terjebak macet berjam-jam. "- Linda Yueh
Pertama, pemerintah tidak memiliki banyak uang untuk
membangun jalan-jalan, jalur kereta, dan semua infrastruktur yang dibutuhkan.
Karena itu, mereka membutuhkan kerja sama dan investasi swasta dari dalam dan
luar.
Tetapi saya berbicara kepada perwakilan pengusaha di
Indonesia dan luar negeri. Mereka merasa kepastian hukum tidak cukup meyakinkan
untuk membuat mereka mau berinvestasi jangka panjang. Bagi saya ini adalah
halangan yang nyata.
Masalah kedua yang dihadapi adalah alokasi anggaran. Banyak
sekali anggaran negara yang dihabiskan untuk subsidi energi ketimbang anggaran
infrastruktur. Menteri keuangan mengatakan kalaupun semua subsidi energi
dicabut, itu tidak akan cukup untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang
dibutuhkan.
Di sisi lain, ada masalah yang harus dihadapi ketika
pemerintah ingin memotong subsidi energi. Walau sebagian besar manfaat subsidi
dirasakan kaum menengah, ada risiko inflasi yang bisa memukul warga miskin.
Jadi ini adalah hal yang sulit.
Yang terakhir adalah pembebasan lahan. Selama ini ada aturan
ganti rugi jika lahan warga diambil alih untuk pembangunan. Namun sekarang ada
aturan baru yang diharapkan bisa mengatasi hal ini.
Sektor manufaktur menjadi salah satu kunci pertumbuhan
ekonomi ke depan.
Apa yang investor inginkan dari
pemerintah supaya mereka bisa diyakinkan untuk menanam modal dalam jangka
panjang?
Investor ingin kepastian. Tidak ada yang ingin aturan
berubah setiap waktu. Karena itu, memiliki kerangka kebijakan yang konsisten
adalah hal yang penting.
Persepsi pengusaha tentang Indonesia adalah negara ini merupakan
tempat yang paling susah untuk berbisnis di antara negara-negara lain di
kawasan Asia Tenggara.
Contohnya, Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya
alam dan investor tertarik untuk berbisnis di sini. Tetapi, sekarang ada
pergeseran perilaku dengan apa yang disebut dengan nasionalisasi sumber daya
alam.
Pergeseran pandangan dan perilaku ini lah yang membuat
investor ragu untuk menanam modal jangka panjang.
Di sisi lain, dilihat dari sudut pandang pemerintah atau
pembangunan ekonomi, negara yang kaya SDA memang tidak boleh hanya melakukan
ekstraksi.
Jika ingin menambah nilai dari SDA, mereka harus mengubah
investasi dengan membuat industri pengolahan. Thailand melakukan hal yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar