Perekonomian Global
Berangkat dengan optimisme perbaikan
di awal tahun, kinerja perekonomian global pada tahun 2013 berlangsung tidak
sesuai harapan dan melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi global menurun dari 3,1% menjadi 3,0%, harga komoditas terus terkoreksi
ke bawah dan ketidakpastian di pasar keuangan semakin meningkat. Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh pergeseran siklus dan tatanan ekonomi global yang
terjadi di sepanjang tahun 2013. Namun demikian, berbagai tantangan tersebut
direspons dengan berbagai kebijakan di berbagai negara sehingga pemburukan yang
terjadi tidak terus berlanjut. Menyusul berbagai kebijakan tersebut, kinerja
perekonomian global cenderung membaik di akhir tahun, sehingga diharapkan dapat
mengembalikan optimisme perbaikan ekonomi ke depan.
Terjadinya pergeseran siklus dan tatanan ekonomi
global merupakan tantangan yang dihadapi perekonomian global pada tahun 2013.
Tantangan tersebut tidaklah ringan, mengingat pergeseran siklus terjadi di tiga
area berbeda yang saling terkait satu sama lain. Pergeseran pertama ialah
beralihnya lanskap ekonomi dunia yang ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan
ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
Pergeseran kedua terkait dengan berlanjutnya tren penurunan harga komoditas
dunia. Pergeseran yang terakhir adalah mulai beralihnya arus modal dunia,
dipengaruhi berakhirnya era kebijakan moneter longgar di AS.
Berbagai pergeseran tersebut berpengaruh pada
berkurangnya optimisme dan kinerja perekonomian global. Memasuki awal tahun
2013, optimisme perbaikan ekonomi global pada tahun 2013 sangat tinggi,
terutama ditopang oleh perkiraan meningkatnya pertumbuhan di negara-negara emerging
market (EM). Memasuki triwulan kedua, pergeseran mulai terjadi terutama di
EM, seiring dengan mulai melemahnya pertumbuhan ekonomi China dan India.
Pelemahan terus berlanjut di triwulan ketiga dan semakin berdampak pada negara
EM lainnya.
Sementara itu, optimisme di negara-negara maju
juga melemah seperti tercermin pada menurunnya perkiraan pertumbuhan ekonomi
mereka. Namun pelemahan yang terjadi di negara-negara maju tidak sedalam
pelemahan yang terjadi di negara-negara EM. Hal ini menandai bahwa pergeseran
siklus pertumbuhan ekonomi diikuti pula oleh perubahan lanskap ekonomi global,
karena penyokong pertumbuhan ekonomi dunia yang sebelumnya diperankan oleh
negara-negara EM kini mulai beralih ke negara-negara maju.
Pelemahan pertumbuhan ekonomi global membawa
implikasi terhadap penurunan harga komoditas. Dampaknya terhadap penurunan
harga komoditas di tahun 2013 cukup besar karena terkait dengan pelemahan
ekonomi China dan India, mengingat kedua negara ini merupakan negara pengimpor
komoditas terbesar dunia. Isu berakhirnya era commodity supercycle kemudian
muncul menyusul perkembangan harga komoditas yang terus menurun.
Perubahan lanskap ekonomi global juga berdampak
pada perkembangan pasar keuangan global. Membaiknya perekonomian negara-negara
maju di tengah melemahnya perekonomian negara-negara EM berdampak pada
beralihnya arus modal dari negara-negara EM ke negara-negara maju. Intensitas
peralihan arus modal dunia tersebut semakin meningkat menjelang triwulan III
2014. Hal ini dipicu oleh rencana pengurangan stimulus moneter (tapering
off) oleh the Fed. Rencana tersebut kemudian menimbulkan ketidakpastian dan
memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negara-negara EM.
Ketidakpastian kemudian semakin mendorong pelarian modal dari negara-negara EM
dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan serta memberikan tekanan terhadap
mata uang di negara-negara EM, termasuk Indonesia.
Tantangan ekonomi global yang tidak ringan itu
telah direspons oleh negara-negara maju dengan kebijakan makroekonomi yang
akomodatif. Sementara itu, negara- negara EM
merespons tantangan tersebut dengan kebijakan yang lebih beragam. Respons
kebijakan di berbagai negara tersebut juga didukung kerja sama antarnegara
melalui berbagai fora internasional. Amerika Serikat melanjutkan kebijakan
stimulus, mempertahankan suku bunga rendah dan melanjutkan kebijakan quantitative
easing. Jepang meluncurkan stimulus ekonomi melalui paket kebijakan Abenomics.
Negara-negara di kawasan Eropa masih melakukan kebijakan pelonggaran moneter
dan fiskal untuk dapat lebih fokus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berada
dalam resesi.
Sementara itu, negara-negara EM
merespons tantangan ekonomi global melalui kombinasi kebijakan pelonggaran dan
pengetatan. China mengeluarkan ‘mini stimulus’ yang dibarengi paket rencana
reformasi struktural guna merespons pelemahan ekonomi. Di lain pihak, beberapa
negara EM seperti Brasil, India, dan Indonesia mulai menerapkan kebijakan
moneter ketat. Kebijakan ini dilakukan untuk merespons peningkatan tekanan
inflasi dan ketidakseimbangan sektor eksternal akibat melebarnya defisit
transaksi berjalan dan dampak rencana tapering off oleh the Fed. Bukan
hanya itu, negara-negara EM juga mulai menempuh langkah kebijakan struktural
guna memperkuat ketahanan ekonomi.
Dampak
positif dari berbagai kebijakan tersebut baru dirasakan pada triwulan IV 2013.
Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya ekonomi global seiring dengan membaiknya
ekonomi negara-negara maju maupun berkembang. Amerika Serikat (AS), Jepang, dan
Kawasan Eropa menunjukkan perbaikan. Sementara di negara-negara EM, penguatan
ekonomi terlihat di negara-negara seperti China, India, dan Indonesia.
Perbaikan juga ditunjukkan pada perkembangan harga komoditas dan kondisi pasar
keuangan global. Tren penurunan harga komoditas mulai tertahan, sementara
kondisi pasar keuangan juga mengalami perbaikan.
Dinamika Perekonomian Global
Pergeseran
pada beberapa pola siklikal ekonomi dunia telah menimbulkan ketidakpastian pada
ekonomi global tahun 2013. Pertama, peralihan lanskap ekonomi dunia yang
ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya
pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market yang sebelumnya menjadi
penopang utama ekonomi dunia. Kedua, berlanjutnya tren penurunan harga
komoditas dunia. Terakhir, pembalikan arus modal dunia akibat kebijakan
pengurangan stimulus moneter di AS yang menandai berakhirnya era likuiditas
longgar di pasar keuangan global. Tiga pergeseran pola siklikal tersebut
mengakibatkan kinerja ekonomi global 2013 menurun dan di bawah harapan.
Pergeseran siklus dan tatanan ekonomi
global banyak memengaruhi kinerja perekonomian global pada tahun 2013.
Pergeseran pertama ialah beralihnya lanskap ekonomi dunia yang ditandai oleh
meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi
negara-negara emerging market (EM) yang sebelumnya menjadi penopang
utama ekonomi dunia. Pergeseran kedua terkait dengan berlanjutnya tren
penurunan harga komoditas dunia. Adapun pergeseran terakhir adalah mulai
beralihnya arus modal dunia yang dipengaruhi usainya era kebijakan moneter
longgar di AS.
Pergeseran ekonomi global tersebut
kemudian menyebabkan kinerja perekonomian dunia tidak sesuai dengan harapan
semula. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 tumbuh sebesar 3,0%, lebih rendah
baik dibandingkan dengan perkiraan di awal tahun sebesar 3,5% maupun dengan
pertumbuhan tahun 2012 sebesar 3,1%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,
terutama di negara-negara EM, di tengah pasokan yang berlimpah mengakibatkan
terus berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Penurunan terutama
terjadi pada harga komoditas nonmigas sebesar 1,2%. Harga minyak secara
rata-rata juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012, meskipun sempat
sedikit meningkat pada beberapa periode akibat gejolak geopolitik di Timur
Tengah.
Pergeseran global terkait beralihnya
arus modal dunia juga mendorong ketidakpastian di pasar keuangan global.
Pergeseran arus modal dunia terutama dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter
bank sentral AS terkait rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh
the Fed. Rencana tersebut kemudian menimbulkan ketidakpastian dan memicu
sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negara-negara EM. Ketidakpastian
kemudian mendorong pelarian modal dari negara-negara EM dan menimbulkan gejolak
di pasar keuangan dan memberikan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara
EM, termasuk Indonesia.
Tekanan pada ekonomi global mulai
berkurang pada triwulan IV 2013 sejalan dengan berbagai respons yang ditempuh
negara-negara maju dan negara-negara EM. Respons yang ditempuh negara maju
relatif lebih longgar dibandingkan dengan respons yang ditempuh di
negara-negara EM. Respons tersebut terlihat berkontribusi pada kondisi ekonomi
global yang membaik yang dimotori oleh AS dan Jepang, serta indikasi pemulihan
ekonomi di Kawasan Eropa, China dan India. Perkembangan ini kemudian turut
mendorong perbaikan di pasar keuangan global.
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global
Perkembangan ekonomi di berbagai
negara menunjukkan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2013 masih melambat.
Pertumbuhan ekonomi dunia tercatat sebesar 3,0%, melambat dibandingkan dengan
tahun 2012 yang sebesar mencapai 3,1%. Pertumbuhan ekonomi tahun laporan juga
lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan-perkiraan sebelumnya. Pada awal
tahun, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2013 meningkat menjadi 3,5%.
Namun, perkembangan yang tidak sesuai harapan mengakibatkan proyeksi direvisi
beberapa kali sehingga menjadi 2,9% pada Oktober 2013 (Tabel 1.1).
Perlambatan ekonomi dunia juga
dibarengi oleh perubahan lanskap ekonomi global. Perekonomian global ditandai
perlambatan ekonomi negara-negara EM, sedangkan pertumbuhan ekonomi
negara maju menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pertumbuhan ekonomi negara EM
yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2013 terlihat
dalam tren melambat, dipengaruhi perlambatan di China dan India. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi negara maju berada dalam tren meningkat sejak triwulan II
2013, meskipun belum dapat menopang perbaikan ekonomi global secara keseluruhan
(Grafik 1.1). Tren peningkatan terlihat di negara AS dan Jepang, sementara
koreksi ekonomi di Eropa mulai menurun. Perubahan lanskap ekonomi global ini
berpengaruh terhadap kinerja negara-negara EM, termasuk Indonesia, terkait
dengan perbedaan jenis komoditas yang diekspor ke negara-negara maju dan ke
negara-negara EM (lihat Boks 1.1. Dampak Perubahan Lanskap ekonomi Global)
Perkembangan
Ekonomi Negara Maju
Pertumbuhan ekonomi negara maju pada
tahun 2013 dalam tren membaik, meskipun secara keseluruhan masih melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi negara maju
berada dalam tren meningkat sejak triwulan II 2013. Akselerasi aktivitas
produksi di AS dan Jepang menandai arah perbaikan ekonomi negara maju tersebut.
Indikasi pemulihan Kawasan Eropa juga mulai menemukan titik terang meskipun
masih dipenuhi dengan ketidakpastian.
Secara
keseluruhan tahun, tren kenaikan ekonomi negara maju tersebut belum dapat
menopang perekonomian negara maju tahun 2013 untuk tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi negara
maju tumbuh 1,3%,
Respons Kebijakan Ekonomi Global
Berbagai
kebijakan telah ditempuh untuk merespons tingginya ketidakpastian ekonomi
global. Kebijakan negara maju tetap akomodatif, meskipun kemudian AS telah
berencana untuk mengurangi stimulus moneter. Sementara itu, kebijakan
negara-negara emerging market bervariasi. China menempuh bauran kebijakan
dengan memperketat kondisi moneter dan mengeluarkan ‘mini stimulus’ serta paket
reformasi struktural. Beberapa negara emerging market lain menempuh kebijakan
moneter ketat disertai kebijakan struktural. Kebijakan-kebijakan tersebut
didukung berbagai penguatan kerja sama internasional.
Berbagai kebijakan ditempuh
negara-negara maju dan negara-negara emerging market (EM) guna merespons
meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Respons di negara maju diarahkan
untuk memperkuat pemulihan ekonomi setelah krisis keuangan global 2008.
Sementara respons di negara-negara EM diarahkan untuk mengendalikan tekanan
perekonomian yang meningkat. Tekanan perekonomian di negara-negara EM tidak
terlepas dari pengaruh pergeseran perekonomian global terkait perubahan lanskap
pertumbuhan ekonomi, penurunan harga komoditas dunia, serta pergeseran arus
modal global dari negara-negara EM ke negara-negara maju.
Secara umum, kebijakan ekonomi yang
ditempuh oleh kelompok negara maju masih longgar. Pemerintah AS pada 2013
melanjutkan kebijakan stimulus dengan masih menahan suku bunga di level
mendekati nol persen dan melanjutkan kebijakan quantitative easing.
Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan perbaikan indikator-indikator makro
AS, selain menempuh konsolidasi fiskal, otoritas moneter AS merencanakan
pengurangan stimulus disertai dengan kriteria-kriteria capaian indikator
ekonomi sebagai ‘forward guidance’. Jepang meluncurkan stimulus ekonomi
baik di sisi fiskal maupun moneter yang dikemas dengan program paket kebijakan Abenomics.
Sejalan dengan itu, otoritas di Kawasan Eropa masih melakukan kebijakan
pelonggaran guna mendukung ekonomi yang masih lemah. Selain tambahan
pelonggaran moneter, pemerintah di Kawasan Eropa juga menyepakati pelonggaran
konsolidasi fiskal guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berada dalam resesi.
Dari kelompok negara-negara EM,
respons kebijakan cukup beragam tergantung pada kondisi domestik yang terjadi
di masing-masing negara. China melakukan bauran kebijakan dengan menempuh
kebijakan moneter bias ketat untuk meredam overheating di sektor
properti, namun mengeluarkan ‘mini stimulus’ di sektor publik dan infrastruktur
guna merespons pelemahan ekonomi. China juga mengeluarkan paket rencana
reformasi struktural yang menyentuh berbagai sektor ekonomi guna mempercepat
kebijakan rebalancing ekonomi ke arah yang lebih bertumpu pada
permintaan domestik sehingga dapat memastikan keberlanjutan pertumbuhan
ekonomi. Sementara itu, beberapa negara EM lain mulai memperketat arah
kebijakan moneter merespons meningkatnya tekanan inflasi, melebarnya defisit
transaksi berjalan, meningkatnya arus modal keluar dan melemahnya nilai tukar.
Arus modal keluar dan depresiasi nilai tukar dipengaruhi reaksi berlebihan
investor terhadap ketidakpastian rencana tapering off the Fed yang
kemudian menurunkan kinerja pasar keuangan negara-negara EM. Selain respons
jangka pendek untuk meredakan tekanan inflasi dan pelemahan nilai tukar,
negara-negara EM seperti Brasil, India, dan Indonesia juga menempuh langkah
struktural guna memperkuat ketahanan ekonomi.
Respons kebijakan di berbagai negara
tersebut juga didukung kerja sama antarnegara melalui fora kerja sama
internasional. Pemulihan ekonomi global yang berjalan lamban disertai
meningkatnya risiko di sejumlah negara-negara EM menyadarkan dunia bahwa rebalancing
pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada negara-negara EM. Untuk
itu, forum G20 dan IMF sepakat untuk melanjutkan upaya reformasi struktural dan
koordinasi kebijakan serta mempercepat realisasi komitmen kebijakan. Arah
kebijakan yang relatif sama juga ditempuh kerja sama di tataran regional. Hal
ini ditempuh mengingat peningkatan permintaan domestik yang tidak diiringi
dengan reformasi struktural dapat meningkatkan risiko ekonomi dalam jangka
menengah. Di sisi lain, meningkatnya risiko serta ketidakpastian dan
ketidakseimbangan pasar keuangan global juga mendorong otoritas negara kawasan
untuk mempererat kerja sama melalui penguatan dan penyempurnaan jaring pengaman
keuangan.
2.1. Kebijakan Negara-negara Maju
Kebijakan yang ditempuh negara maju
pada tahun 2013 secara umum masih akomodatif untuk merespons ekonomi yang masih
melambat. Kebijakan moneter akomodatif berupa pembelian surat-surat berharga
(SSB) oleh bank sentral atau lebih dikenal dengan quantitative easing yang
dilaksanakan sejak tahun-tahun sebelumnya masih dipertahankan pada tahun 2013.
Kebijakan ini juga didukung oleh stance suku bunga rendah (Grafik 2.1).
Jepang bahkan menambah stimulus qualitative and quantitative easing dalam
program kebijakan Abenomics. Dari sisi fiskal, kebijakan negara maju
masih konsolidatif untuk tetap berada dalam lintasan yang menjamin
keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang (fiscal sustainability).
Pemerintah AS
melanjutkan kebijakan stimulus yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun
sebelumnya guna menopang pemulihan ekonomi yang masih relatif lemah. Otoritas
moneter AS masih menahan suku bunga di level yang sangat rendah mendekati nol
persen, yaitu 0,25% per tahun. Selain itu, Federal Reserve (the Fed) juga masih
melanjutkan quantitative easing berupa pembelian SSB sebesar 85 miliar
dolar AS per bulan. Guna memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi pada
jangka menengah, pemerintah AS juga melanjutkan rencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar