Rabu, 02 Juli 2014

Perekonomian Global



Perekonomian Global
Berangkat dengan optimisme perbaikan di awal tahun, kinerja perekonomian global pada tahun 2013 berlangsung tidak sesuai harapan dan melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi global menurun dari 3,1% menjadi 3,0%, harga komoditas terus terkoreksi ke bawah dan ketidakpastian di pasar keuangan semakin meningkat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh pergeseran siklus dan tatanan ekonomi global yang terjadi di sepanjang tahun 2013. Namun demikian, berbagai tantangan tersebut direspons dengan berbagai kebijakan di berbagai negara sehingga pemburukan yang terjadi tidak terus berlanjut. Menyusul berbagai kebijakan tersebut, kinerja perekonomian global cenderung membaik di akhir tahun, sehingga diharapkan dapat mengembalikan optimisme perbaikan ekonomi ke depan.
Terjadinya pergeseran siklus dan tatanan ekonomi global merupakan tantangan yang dihadapi perekonomian global pada tahun 2013. Tantangan tersebut tidaklah ringan, mengingat pergeseran siklus terjadi di tiga area berbeda yang saling terkait satu sama lain. Pergeseran pertama ialah beralihnya lanskap ekonomi dunia yang ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Pergeseran kedua terkait dengan berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Pergeseran yang terakhir adalah mulai beralihnya arus modal dunia, dipengaruhi berakhirnya era kebijakan moneter longgar di AS.
Berbagai pergeseran tersebut berpengaruh pada berkurangnya optimisme dan kinerja perekonomian global. Memasuki awal tahun 2013, optimisme perbaikan ekonomi global pada tahun 2013 sangat tinggi, terutama ditopang oleh perkiraan meningkatnya pertumbuhan di negara-negara emerging market (EM). Memasuki triwulan kedua, pergeseran mulai terjadi terutama di EM, seiring dengan mulai melemahnya pertumbuhan ekonomi China dan India. Pelemahan terus berlanjut di triwulan ketiga dan semakin berdampak pada negara EM lainnya.
Sementara itu, optimisme di negara-negara maju juga melemah seperti tercermin pada menurunnya perkiraan pertumbuhan ekonomi mereka. Namun pelemahan yang terjadi di negara-negara maju tidak sedalam pelemahan yang terjadi di negara-negara EM. Hal ini menandai bahwa pergeseran siklus pertumbuhan ekonomi diikuti pula oleh perubahan lanskap ekonomi global, karena penyokong pertumbuhan ekonomi dunia yang sebelumnya diperankan oleh negara-negara EM kini mulai beralih ke negara-negara maju.
Pelemahan pertumbuhan ekonomi global membawa implikasi terhadap penurunan harga komoditas. Dampaknya terhadap penurunan harga komoditas di tahun 2013 cukup besar karena terkait dengan pelemahan ekonomi China dan India, mengingat kedua negara ini merupakan negara pengimpor komoditas terbesar dunia. Isu berakhirnya era commodity supercycle kemudian muncul menyusul perkembangan harga komoditas yang terus menurun.
Perubahan lanskap ekonomi global juga berdampak pada perkembangan pasar keuangan global. Membaiknya perekonomian negara-negara maju di tengah melemahnya perekonomian negara-negara EM berdampak pada beralihnya arus modal dari negara-negara EM ke negara-negara maju. Intensitas peralihan arus modal dunia tersebut semakin meningkat menjelang triwulan III 2014. Hal ini dipicu oleh rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh the Fed. Rencana tersebut kemudian menimbulkan ketidakpastian dan memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negara-negara EM. Ketidakpastian kemudian semakin mendorong pelarian modal dari negara-negara EM dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan serta memberikan tekanan terhadap mata uang di negara-negara EM, termasuk Indonesia.
Tantangan ekonomi global yang tidak ringan itu telah direspons oleh negara-negara maju dengan kebijakan makroekonomi yang akomodatif. Sementara itu, negara- negara EM merespons tantangan tersebut dengan kebijakan yang lebih beragam. Respons kebijakan di berbagai negara tersebut juga didukung kerja sama antarnegara melalui berbagai fora internasional. Amerika Serikat melanjutkan kebijakan stimulus, mempertahankan suku bunga rendah dan melanjutkan kebijakan quantitative easing. Jepang meluncurkan stimulus ekonomi melalui paket kebijakan Abenomics. Negara-negara di kawasan Eropa masih melakukan kebijakan pelonggaran moneter dan fiskal untuk dapat lebih fokus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berada dalam resesi.
Sementara itu, negara-negara EM merespons tantangan ekonomi global melalui kombinasi kebijakan pelonggaran dan pengetatan. China mengeluarkan ‘mini stimulus’ yang dibarengi paket rencana reformasi struktural guna merespons pelemahan ekonomi. Di lain pihak, beberapa negara EM seperti Brasil, India, dan Indonesia mulai menerapkan kebijakan moneter ketat. Kebijakan ini dilakukan untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan ketidakseimbangan sektor eksternal akibat melebarnya defisit transaksi berjalan dan dampak rencana tapering off oleh the Fed. Bukan hanya itu, negara-negara EM juga mulai menempuh langkah kebijakan struktural guna memperkuat ketahanan ekonomi.
Dampak positif dari berbagai kebijakan tersebut baru dirasakan pada triwulan IV 2013. Hal ini ditunjukkan oleh membaiknya ekonomi global seiring dengan membaiknya ekonomi negara-negara maju maupun berkembang. Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Kawasan Eropa menunjukkan perbaikan. Sementara di negara-negara EM, penguatan ekonomi terlihat di negara-negara seperti China, India, dan Indonesia. Perbaikan juga ditunjukkan pada perkembangan harga komoditas dan kondisi pasar keuangan global. Tren penurunan harga komoditas mulai tertahan, sementara kondisi pasar keuangan juga mengalami perbaikan.
Dinamika Perekonomian Global
Pergeseran pada beberapa pola siklikal ekonomi dunia telah menimbulkan ketidakpastian pada ekonomi global tahun 2013. Pertama, peralihan lanskap ekonomi dunia yang ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market yang sebelumnya menjadi penopang utama ekonomi dunia. Kedua, berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Terakhir, pembalikan arus modal dunia akibat kebijakan pengurangan stimulus moneter di AS yang menandai berakhirnya era likuiditas longgar di pasar keuangan global. Tiga pergeseran pola siklikal tersebut mengakibatkan kinerja ekonomi global 2013 menurun dan di bawah harapan.
Pergeseran siklus dan tatanan ekonomi global banyak memengaruhi kinerja perekonomian global pada tahun 2013. Pergeseran pertama ialah beralihnya lanskap ekonomi dunia yang ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market (EM) yang sebelumnya menjadi penopang utama ekonomi dunia. Pergeseran kedua terkait dengan berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Adapun pergeseran terakhir adalah mulai beralihnya arus modal dunia yang dipengaruhi usainya era kebijakan moneter longgar di AS.
Pergeseran ekonomi global tersebut kemudian menyebabkan kinerja perekonomian dunia tidak sesuai dengan harapan semula. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 tumbuh sebesar 3,0%, lebih rendah baik dibandingkan dengan perkiraan di awal tahun sebesar 3,5% maupun dengan pertumbuhan tahun 2012 sebesar 3,1%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara EM, di tengah pasokan yang berlimpah mengakibatkan terus berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Penurunan terutama terjadi pada harga komoditas nonmigas sebesar 1,2%. Harga minyak secara rata-rata juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012, meskipun sempat sedikit meningkat pada beberapa periode akibat gejolak geopolitik di Timur Tengah.
Pergeseran global terkait beralihnya arus modal dunia juga mendorong ketidakpastian di pasar keuangan global. Pergeseran arus modal dunia terutama dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter bank sentral AS terkait rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh the Fed. Rencana tersebut kemudian menimbulkan ketidakpastian dan memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negara-negara EM. Ketidakpastian kemudian mendorong pelarian modal dari negara-negara EM dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan dan memberikan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara EM, termasuk Indonesia.
Tekanan pada ekonomi global mulai berkurang pada triwulan IV 2013 sejalan dengan berbagai respons yang ditempuh negara-negara maju dan negara-negara EM. Respons yang ditempuh negara maju relatif lebih longgar dibandingkan dengan respons yang ditempuh di negara-negara EM. Respons tersebut terlihat berkontribusi pada kondisi ekonomi global yang membaik yang dimotori oleh AS dan Jepang, serta indikasi pemulihan ekonomi di Kawasan Eropa, China dan India. Perkembangan ini kemudian turut mendorong perbaikan di pasar keuangan global.
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global
Perkembangan ekonomi di berbagai negara menunjukkan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2013 masih melambat. Pertumbuhan ekonomi dunia tercatat sebesar 3,0%, melambat dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar mencapai 3,1%. Pertumbuhan ekonomi tahun laporan juga lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan-perkiraan sebelumnya. Pada awal tahun, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2013 meningkat menjadi 3,5%. Namun, perkembangan yang tidak sesuai harapan mengakibatkan proyeksi direvisi beberapa kali sehingga menjadi 2,9% pada Oktober 2013 (Tabel 1.1).
Perlambatan ekonomi dunia juga dibarengi oleh perubahan lanskap ekonomi global. Perekonomian global ditandai perlambatan ekonomi negara-negara EM, sedangkan pertumbuhan ekonomi negara maju menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pertumbuhan ekonomi negara EM yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2013 terlihat dalam tren melambat, dipengaruhi perlambatan di China dan India. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara maju berada dalam tren meningkat sejak triwulan II 2013, meskipun belum dapat menopang perbaikan ekonomi global secara keseluruhan (Grafik 1.1). Tren peningkatan terlihat di negara AS dan Jepang, sementara koreksi ekonomi di Eropa mulai menurun. Perubahan lanskap ekonomi global ini berpengaruh terhadap kinerja negara-negara EM, termasuk Indonesia, terkait dengan perbedaan jenis komoditas yang diekspor ke negara-negara maju dan ke negara-negara EM (lihat Boks 1.1. Dampak Perubahan Lanskap ekonomi Global)
Perkembangan Ekonomi Negara Maju
Pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2013 dalam tren membaik, meskipun secara keseluruhan masih melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi negara maju berada dalam tren meningkat sejak triwulan II 2013. Akselerasi aktivitas produksi di AS dan Jepang menandai arah perbaikan ekonomi negara maju tersebut. Indikasi pemulihan Kawasan Eropa juga mulai menemukan titik terang meskipun masih dipenuhi dengan ketidakpastian.
Secara keseluruhan tahun, tren kenaikan ekonomi negara maju tersebut belum dapat menopang perekonomian negara maju tahun 2013 untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi negara maju tumbuh 1,3%,
Respons Kebijakan Ekonomi Global
Berbagai kebijakan telah ditempuh untuk merespons tingginya ketidakpastian ekonomi global. Kebijakan negara maju tetap akomodatif, meskipun kemudian AS telah berencana untuk mengurangi stimulus moneter. Sementara itu, kebijakan negara-negara emerging market bervariasi. China menempuh bauran kebijakan dengan memperketat kondisi moneter dan mengeluarkan ‘mini stimulus’ serta paket reformasi struktural. Beberapa negara emerging market lain menempuh kebijakan moneter ketat disertai kebijakan struktural. Kebijakan-kebijakan tersebut didukung berbagai penguatan kerja sama internasional.
Berbagai kebijakan ditempuh negara-negara maju dan negara-negara emerging market (EM) guna merespons meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Respons di negara maju diarahkan untuk memperkuat pemulihan ekonomi setelah krisis keuangan global 2008. Sementara respons di negara-negara EM diarahkan untuk mengendalikan tekanan perekonomian yang meningkat. Tekanan perekonomian di negara-negara EM tidak terlepas dari pengaruh pergeseran perekonomian global terkait perubahan lanskap pertumbuhan ekonomi, penurunan harga komoditas dunia, serta pergeseran arus modal global dari negara-negara EM ke negara-negara maju.
Secara umum, kebijakan ekonomi yang ditempuh oleh kelompok negara maju masih longgar. Pemerintah AS pada 2013 melanjutkan kebijakan stimulus dengan masih menahan suku bunga di level mendekati nol persen dan melanjutkan kebijakan quantitative easing. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan perbaikan indikator-indikator makro AS, selain menempuh konsolidasi fiskal, otoritas moneter AS merencanakan pengurangan stimulus disertai dengan kriteria-kriteria capaian indikator ekonomi sebagai ‘forward guidance’. Jepang meluncurkan stimulus ekonomi baik di sisi fiskal maupun moneter yang dikemas dengan program paket kebijakan Abenomics. Sejalan dengan itu, otoritas di Kawasan Eropa masih melakukan kebijakan pelonggaran guna mendukung ekonomi yang masih lemah. Selain tambahan pelonggaran moneter, pemerintah di Kawasan Eropa juga menyepakati pelonggaran konsolidasi fiskal guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berada dalam resesi.
Dari kelompok negara-negara EM, respons kebijakan cukup beragam tergantung pada kondisi domestik yang terjadi di masing-masing negara. China melakukan bauran kebijakan dengan menempuh kebijakan moneter bias ketat untuk meredam overheating di sektor properti, namun mengeluarkan ‘mini stimulus’ di sektor publik dan infrastruktur guna merespons pelemahan ekonomi. China juga mengeluarkan paket rencana reformasi struktural yang menyentuh berbagai sektor ekonomi guna mempercepat kebijakan rebalancing ekonomi ke arah yang lebih bertumpu pada permintaan domestik sehingga dapat memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, beberapa negara EM lain mulai memperketat arah kebijakan moneter merespons meningkatnya tekanan inflasi, melebarnya defisit transaksi berjalan, meningkatnya arus modal keluar dan melemahnya nilai tukar. Arus modal keluar dan depresiasi nilai tukar dipengaruhi reaksi berlebihan investor terhadap ketidakpastian rencana tapering off the Fed yang kemudian menurunkan kinerja pasar keuangan negara-negara EM. Selain respons jangka pendek untuk meredakan tekanan inflasi dan pelemahan nilai tukar, negara-negara EM seperti Brasil, India, dan Indonesia juga menempuh langkah struktural guna memperkuat ketahanan ekonomi.
Respons kebijakan di berbagai negara tersebut juga didukung kerja sama antarnegara melalui fora kerja sama internasional. Pemulihan ekonomi global yang berjalan lamban disertai meningkatnya risiko di sejumlah negara-negara EM menyadarkan dunia bahwa rebalancing pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada negara-negara EM. Untuk itu, forum G20 dan IMF sepakat untuk melanjutkan upaya reformasi struktural dan koordinasi kebijakan serta mempercepat realisasi komitmen kebijakan. Arah kebijakan yang relatif sama juga ditempuh kerja sama di tataran regional. Hal ini ditempuh mengingat peningkatan permintaan domestik yang tidak diiringi dengan reformasi struktural dapat meningkatkan risiko ekonomi dalam jangka menengah. Di sisi lain, meningkatnya risiko serta ketidakpastian dan ketidakseimbangan pasar keuangan global juga mendorong otoritas negara kawasan untuk mempererat kerja sama melalui penguatan dan penyempurnaan jaring pengaman keuangan.
2.1. Kebijakan Negara-negara Maju
Kebijakan yang ditempuh negara maju pada tahun 2013 secara umum masih akomodatif untuk merespons ekonomi yang masih melambat. Kebijakan moneter akomodatif berupa pembelian surat-surat berharga (SSB) oleh bank sentral atau lebih dikenal dengan quantitative easing yang dilaksanakan sejak tahun-tahun sebelumnya masih dipertahankan pada tahun 2013. Kebijakan ini juga didukung oleh stance suku bunga rendah (Grafik 2.1). Jepang bahkan menambah stimulus qualitative and quantitative easing dalam program kebijakan Abenomics. Dari sisi fiskal, kebijakan negara maju masih konsolidatif untuk tetap berada dalam lintasan yang menjamin keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang (fiscal sustainability).
Pemerintah AS melanjutkan kebijakan stimulus yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya guna menopang pemulihan ekonomi yang masih relatif lemah. Otoritas moneter AS masih menahan suku bunga di level yang sangat rendah mendekati nol persen, yaitu 0,25% per tahun. Selain itu, Federal Reserve (the Fed) juga masih melanjutkan quantitative easing berupa pembelian SSB sebesar 85 miliar dolar AS per bulan. Guna memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi pada jangka menengah, pemerintah AS juga melanjutkan rencana.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar